FAQs Tentang Imamat Saya

Dalam artikel ini, saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling sering saya terima. Jika pertanyaan Anda tidak ada di sini, jangan ragu untuk menghubungi saya melalui formulir kontak di halaman beranda.

FAQs Tentang Imamat Saya

1. Siapa Anda?

Saya adalah seorang imam Katolik. Mengenai identitas seorang imam Katolik, baca artikel ini.

2. Bagaimana kami harus memanggil Anda?

Silakan memanggil saya Father Kenny.

3. Mengapa Anda dipanggil ‘Father’?

Memang, ada sebuah kebiasaan untuk memanggil para imam, dalam berbagai bahasa, dengan sebutan ‘Bapa’ (misalnya, Padre, Mon Père, Romo). Dengan memanggil saya ‘Father,’ Anda sebenarnya memberikan kepada saya bantuan yang luar biasa. Anda mengingatkan saya bahwa, sebagai seorang imam, saya dipanggil—seperti halnya para ayah—untuk menjadi seorang penyedia(provider). Saya ditahbiskan untuk memberi makan umat beriman dengan sakramen dan Sabda Allah serta untuk melahirkan anak-anak Allah yang baru melalui baptisan.

Untuk pengetahuan lebih lanjut tentang mengapa kita memanggil para imam ‘Bapa,’ klik di sini.

4. Anda tergabung dalam ordo/tarekat apa? Embel-embel apa yang harus kami letakkan di belakang nama Anda?

Saya adalah seorang imam diosesan. Oleh karena itu, saya tidak tergabung dalam ordo/tarekat manapun dan tidak ada embel-embel (seperti O.S.B., S.J., O.P., O.F.M., atau O.Carm.) yang perlu diletakkan di belakang nama saya.

5. Siapa itu imam diosesan?

Sederhananya, imam diosesan adalah imam yang mengabdikan hidupnya untuk melayani keuskupan tertentu (c. 265). Sebuah keuskupan adalah “bagian dari umat AlIah, yang dipercayakan kepada Uskup untuk digembalakan dengan kerjasama para imam” (c. 369).

Saya sendiri adalah imam Keuskupan Surabaya. Dengan kata lain, saya bekerja sama dengan uskup saya, Vincentius Sutikno Wisaksono, dalam melayani umat Katolik yang berada dalam wilayah keuskupan ini. Namun, ini tidak berarti bahwa pelayanan saya dibatasi oleh lingkup keuskupan ini. Imamat saya, sebaliknya, “ditujukan kepada semua bangsa di segala zaman, dan tak mungkin dipersempit oleh batas-batas suku, bangsa atau kurun waktu” (PO, 10).

Altomonte priests group picture
Photo courtesy of Collegio Sacerdotale Altomonte (Rome)

6. Apa perbedaan antara imam diosesan dan imam tarekat religius?

Mereka serupa karena keduanya adalah imam, namun—dalam banyak hal lain—mereka sangat berbeda. Saya akan membuat perbandingan antara mereka dalam tabel berikut.

Imam diosesan ...Imam tarekat religius ...hidup di tengah-tengah duniahidup terpisah dari dunia (PC, 5) dalam rumah religius/biara (c. 665)juga disebut “imam sekuler” ( dari bahasa Latin saeculum, yang berarti ‘dunia zaman sekarang’)juga disebut “imam reguler” (dari bahasa Latin regulae, yang berarti “peraturan-peraturan”)mengucapkan janjimengucapkan kaul untuk menghidupi nasihat-nasihat injili, yakni kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan (c.573 §1)bisa memiliki harta pribadi dan dikenakan pajaktidak memiliki harta pribadi (dengan kata lain, segala sesuatu dimiliki bersama)tergabung dalam presbyterium (kelompok imam) di bawah otoritas seorang uskuptergabung dalam komunitas di bawah otoritas seorang superior (misalnya, abas)

7. Janji-janji apa saja yang harus diucapkan oleh imam diosesan?

bishop catholic Vincent Sutikno Wisaksono
H.E. Vincentius Sutikno, Bishop of Surabaya. Photo courtesy of the Diocese of Surabaya

Para imam diosesan mengucapkan tiga janji pada hari mereka ditahbiskan menjadi diakon. Mereka berjanji

  • untuk hidup selibat demi kerajaan surga;
  • untuk merayakan Ibadat Harian (juga dikenal sebagai Brevir atau Divine Office) bagi kebaikan umat Allah dan seluruh dunia; serta
  • untuk menaati uskup mereka dan para penerusnya.

8. Sebagai seorang imam, apa yang Anda lakukan sehari-hari?

Saat ini, saya sedang belajar untuk memperoleh gelar lisensiat dalam Teologi Dogmatik di Universitas Kepausan Salib Suci di Roma. Meskipun saya menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk belajar, hal terpenting dalam hari saya adalah perayaanMisa Kudus. Kemudian, saya mendedikasikan banyak waktu untuk mendoakan Ibadat Harian, berdoa secara pribadi, dan membaca buku-buku rohani. Selain itu, sesekali saya mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan homili.

Untuk melihat keseharian saya ketika saya bekerja di sebuah paroki pada tahun 2019–2020, lihat video ini.

elevation of host during holy mass eucharist
Photo courtesy of St. Yakobus (Surabaya)

9. Mengapa Anda mengenakan pakaian yang khas?

Kecuali saya berada di rumah atau melakukan aktivitas yang membutuhkan pakaian yang khusus (misalnya, bermain ski, berenang, berjalan-jalan), saya mengenakan jubah hitam atau kemeja klerikal hitam/putih karena berbagai alasan. Saya hanya akan memberikan empat alasan di sini.

  1. Pertama, karena pakaian klerikal mengingatkan saya bahwa saya adalah seorang imam dan harus berperilaku sebagai imam.
  2. Kedua, karena pakaian klerikal memberitahu orang lain bahwa saya adalah seorang imam. Ini sangat berguna ketika seseorang membutuhkan pelayanan saya (misalnya, sakramen pengakuan dosa, berkat). Bagaimanapun, setidaknya pakaian saya dapat mengingatkan orang lain akan Allah.
  3. Ketiga, pakaian klerikal mendorong saya untuk hidup sederhana. Meskipun para imam sekuler tidak mengucapkan janji kemiskinan, mereka diharapkan untuk hidup sederhana. Pakaian klerikal berfungsi sebagai simbol kesederhanaan.
  4. Terakhir, karena hukum menetapkan demikian. Kitab Hukum Kanonik menegaskan bahwa “[p]ara klerikus hendaknya mengenakan pakaian gerejawi yang pantas, menurut norma-norma yang dikeluarkan Konferensi para Uskup dan kebiasaan setempat yang legitim” (c. 284).

Untuk informasi lebih lanjut mengenai tentang sejarah busana imam, baca artikel ini.