Aug 20, 2022

Predestinasi dan Kehendak Bebas

Predestinasi dan Kehendak Bebas

Apa Arti Predestinasi?

Predestinasi' (Latin, prae + destinare) artinya mengarahkan atau menentukan sesuatu terlebih dahulu. Predestinasi secara umum mengacu pada setiap keputusan Allah yang memerintahkan dari kekekalan setiap peristiwa temporal, terutama peristiwa-peristiwa yang dipengaruhi oleh kehendak bebas manusia. Peristiwa temporal mencakup semua fakta sejarah (misalnya, jatuhnya Kekaisaran Romawi) dan semua titik balik dalam sejarah keselamatan (misalnya, pemilihan Maria sebagai Bunda Allah).

Secara khusus, predestinasi adalah "pengarahan sejumlah orang menuju keselamatan abadi, yang terdapat dalam benak Allah."[1] Baik predestinasi maupun penghukuman adalah bagian dari penyelenggaraan ilahi.[2]

Predestinasi dalam Kitab Suci

Kata kerja 'menentukan' (Inggris, to predestine; Yunani, prooridzo) secara harfiah muncul dalam empat bagian Kitab Suci: Kisah Para Rasul 4:27–28, Roma 8:29–30, 1 Korintus 2:7, dan Efesus 1:3–12.

27 Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, 28 untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan [prooridzo] dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu (Kis 4:27–28).

29 Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya [prooridzo] dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. 30 Dan mereka yang ditentukan-Nya [prooridzo] dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya (Rm 8:29–30).

Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan [prooridzo] Allah bagi kemuliaan kita (1Kor 2:7).

3 Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. 4 Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 5 Dalam kasih Ia telah menentukan [prooridzo] kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, 6 supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya (Ef 1:3–6).

Predestinasi muncul secara konseptual, misalnya, dalam Matius 22:14, Matius 25:34, dan 1 Petrus 1:1–2.

Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Mat 22:14).

Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan (Mat 25:34).

1 Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, 2 yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu (1Pet 1:1–2).

Kita dapat mengenali setidaknya dua jenis predestinasi dalam Kitab Suci: (1) predestinasi menuju rahmat dan (2) predestinasi menuju kemuliaan. Predestinasi menuju rahmat adalah predestinasi untuk masuk ke dalam hidup kristiani (misalnya, Ef 1:5). Predestinasi menuju kemuliaan adalah predestinasi untuk masuk ke surga (misalnya, Rom 8:29–30; lih. 1Kor 15:49).

Predestinasi Menurut Para Teolog

Apa hubungan antara kedua jenis predestinasi? Para teolog Katolik terkemuka, seperti St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas, dan bahkan Martin Luther sepakat bahwa predestinasi menuju rahmat TIDAK secara otomatis mendatangkan predestinasi menuju kemuliaan. Dengan kata lain, fakta bahwa kamu adalah seorang kristiani tidak menjamin bahwa kamu akan diselamatkan:

Perihal mengapa, dari antara dua orang saleh, yang satu menerima ketekunan sampai akhir dan yang lain tidak menerimanya, ketetapan Allah tidaklah terselidiki … bukankah keduanya telah dipanggil dan mengikuti Dia yang memanggil mereka? Dan bukankah keduanya, dari hidupnya yang jahat, telah menjadi orang-orang yang dibenarkan dan telah diperbarui oleh bejana kelahiran kembali?

—Agustinus, Gift of Perseverance, XXI

Ketekunan berarti menetap dalam kebaikan sampai akhir hayat. Dan, demi mencapai ketekunan, manusia … membutuhkan bantuan Ilahi yang membimbingnya dan menjaganya dari serangan hawa nafsu … Dan, karenanya, setelah seseorang dibenarkan oleh rahmat, dia masih perlu memohon dari Allah karunia ketekunan agar dia dijauhkan dari kejahatan sampai akhir hayatnya. Sebab banyak orang menerima rahmat namun tidak menerima ketekunan dalam rahmat.

—Thomas Aquinas, Summa Theologiae I-II, q. 109 a. 10

Melalui baptisan orang-orang ini membuang ketidakpercayaan, membasuh cara hidup mereka yang najis, dan masuk ke dalam kehidupan iman dan kasih yang murni. Sekarang mereka jatuh ke dalam ketidakpercayaan dan … mengotori diri mereka kembali.

—Martin Luther, Luther's Works, 30:190.

Bidah: Predestinasi Ganda

John Calvin adalah orang pertama yang mengajarkan, bertentangan dengan para teolog yang disebutkan di atas, bahwa predestinasi menuju rahmat secara otomatis mendatangkan predestinasi menuju kemuliaan. Ide sesat ini, yang dikecam oleh Konsili Trente,[3] dijuluki OSAS (once saved, always saved). Pemikiran Calvin dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Pilihan Allah adalah tanpa syarat (unconditional).
  2. Allah secara aktif memilih individu tertentu untuk diselamatkan (S) dan individu lain untuk dihukum (D).
  3. Allah menentukan apakah seseorang menginginkan keselamatan atau hukuman.
  4. Allah memberikan rahmat kepada (S) sehingga mereka pasti diselamatkan.
  5. Allah tidak memberikan rahmat kepada (D) sehingga mereka pasti dihukum.

Pernyataan Katolik

Setiap pemahaman yang benar tentang predestinasi harus berada dalam batas-batas yang ditetapkan oleh pernyataan-pernyataan berikut:

  1. Allah adalah mahatahu. Dari kekekalan, Allah dengan sempurna telah melihat dan menetapkan semua peristiwa di masa depan.[4] Dari kekekalan, Dia telah melihat penghukuman kaum jahat dan menetapkan hukuman ini atas dasar dosa-dosa mereka.[5] St. Thomas merangkum realitas predestinasi dan penghukuman sebagai berikut: "predestinasi mencakup kehendak untuk menganugerahkan rahmat dan kemuliaan; demikian juga penghukuman mencakup kehendak untuk mengizinkan seseorang jatuh ke dalam dosa dan untuk menjatuhkan hukuman atas dasar dosa itu."[6]
  2. Allah berkehendak menyelamatkan semua orang. Allah menghendaki agar semua manusia diselamatkan.[7] Dia memberikan rahmat yang cukup (kemungkinan untuk memperoleh keselamatan) kepada semua. Rahmat ini memungkinkan seseorang untuk memilih Allah dan menjauhi dosa.
  3. Penebusan Kristus bersifat universal. Kristus mati bagi semua,[8] tidak hanya bagi mereka yang ditentukan untuk memperoleh keselamatan[9] atau untuk umat beriman.[10] Meski demikian, tidak semua orang menimba manfaat dari penebusan Kristus.[11]
  4. Manusia bebas untuk menerima rahmat Allah atau menolaknya.[12] Ke-mahatahu-an Allah tidak memaksa manusia untuk bertindak melawan kehendaknya. Predestinasi tidak menimbulkan paksaan.[13] Dalam kata-kata St. Agustinus, "Dia yang menciptakanmu tanpa bantuanmu tidak akan menyelamatkanmu tanpa bantuanmu."[14] Dia menambahkan: "rahmat-Nya dicurahkan kepada kita dalam segala hal. Namun, kita memiliki kehendak untuk menerima atau tidak menerima panggilan Allah."[15] Oleh karena itu, ada kemungkinan bagi manusia untuk dengan sengaja berpaling dari Allah (walaupun Gereja tidak mengajarkan bahwa orang tertentu berada di neraka).
  5. Allah menentukan orang-orang pilihannya untuk masuk ke surga.[16] Namun, Allah tidak menentukan siapa pun untuk berbuat dosa atau masuk ke neraka: "Tidak ada seorang pun ditentukan lebih dahulu oleh Allah supaya masuk ke dalam neraka; hanya penolakan secara sengaja terhadap Allah (dosa berat), dan bertahannya orang tersebut sampai akhir dalam penolakan tersebut, yang mengantarnya ke sana."[17] St. Agustinus menegaskan bahwa "Allah itu baik, dan Allah itu adil. Dia bisa menyelamatkan seseorang tanpa perbuatan baik, karena Dia itu baik. Namun Dia tidak dapat menghukum siapa pun tanpa perbuatan jahat, karena Dia itu adil."[18]

Singkatnya, keseimbangan antara rahmat dan jasa harus dipertahankan:

Rahmat

Jasa

Surga adalah karya rahmat Allah. Jasa seseorang tidak mempengaruhi dipilihnya orang tersebut oleh Allah untuk menerima rahmat dan kemuliaan. Aquinas menjelaskan bahwa "alasan untuk predestinasi sebagian orang dan penghukuman orang-orang lain harus dicari dalam kebaikan Allah." [19]

Surga adalah pahala atas jasa mereka yang telah menerima predestinasi. Tindakan berjasa tersebut adalah penyebab sebagian *(partial cause)* dari kebahagiaan abadi mereka. Allah tidak secara sewenang-wenang memilih siapa yang akan diselamatkan.

Ciri-Ciri Predestinasi

  1. Tidak dapat berubah. Predestinasi secara objektif tidak dapat berubah karena Allah adalah mahatahu. Allah tahu dari segala kekekalan siapa yang akan diselamatkan dan siapa yang tidak akan selamat. "Bagi Allah semua saat adalah masa kini yang tengah berlangsung. Kalau Ia sudah 'menentukan' sesuatu sebelumnya dalam rencana-Nya yang abadi, Ia turut memperhitungkan juga jawaban setiap manusia atas rahmat-Nya."[20] Pengetahuan Allah ini dilambangkan dalam Kitab Suci oleh "Kitab Kehidupan."[21]
  2. Jumlah yang telah ditetapkan. Ini adalah konsekuensi dari tidak dapat berubahnya predestinasi ilahi: jumlah orang-orang pilihan telah ditentukan secara pasti dan hanya diketahui oleh Allah.
  3. Ketidakpastian subjektif. Secara subjektif, predestinasi adalah misterius dan tidak diketahui secara pasti. Kita tidak tahu apakah kita ditetapkan untuk masuk surga atau tidak. Hanya Allah yang mengetahuinya. “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” (1Kor 10:12). St. Thomas menyatakan: "Bahkan, jika atas dasar sebuah hak istimewa, predestinasi mereka diwahyukan kepada orang-orang tertentu, tidaklah baik apabila ketetapan tersebut diungkapkan kepada semua orang; karena, apabila demikian, mereka yang tidak menerima predestinasi akan putus asa; dan rasa aman akan menimbulkan kelalaian dalam diri mereka yang menerima predestinasi."[22]
  1. Aquinas, ST I, q. 23 a. 2 co.

  2. Aquinas, ST I, q. 23 a. 2 co.

  3. DH 1567.

  4. DH 3003.

  5. DH 628.

  6. Aquinas, ST I, q. 23 a. 3 co.

  7. Lih. 1Tim 2:4: "[Allah] menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran."

  8. DH 1522.

  9. DH 2005.

  10. DH 2304.

  11. DH 1523.

  12. DH 1177; 1525.

  13. Aquinas, ST I, q. 23 a. 6 co.

  14. Agustinus, Sermo 169, II, 13.

  15. Agustinus, De spiritu et litt., 34, 60.

  16. DH 628.

  17. KGK, 1037.

  18. Agustinus, Contra Jul. III 18, 35.

  19. Aquinas, ST I, q. 23 a. 5 ad 3.

  20. Aquinas, ST I, q. 23 a. 5 ad 3.

  21. KGK, 600.

  22. See Kel 32:32; Luk 10:20; Ibr 12:23; Why 21:27.

  23. ST I, q. 23 a. 1 ad 4.